Pertama: Shalat ini terdiri dari dua rakaat. Yang demikian itu didasarkan pada hadits riwayat 'Umar radhiyAllahu 'anhu:
صلاة السفر ركعتين, وصلاة الأضحى ركعتين, وصلاة الفطر ركعتين, تمام غير قصر, على لسان محمد صلى الله عليه وسلم
"Shalat ketika safat itu dua rakaat, shalat 'Iedul Adh-ha dua rakaat, shalat 'Iedul Fithri dua rakaat secara sempurna tanpa dikurangi, melalui lisan Muhammad shallAllahu 'alaihi wa sallam."[1]
Kedua: Rakaat pertama dimulai -seperti shalat-shalat lainnya- yaitu dengan takbiratul ihram, disusul kemudian dengan tujuh kali takbir. Dan pada rakaat kedua dengan lima kali takbir, selain dari takbir perpindahan (takbir untuk bangkit ke rakaat kedua (-ed)).
Dari 'Aisyah radhiyAllahu 'anha, ia berkata:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يكبر في الفطر والأضحى الألى سبع تكبيرات وفي الثانية خمسا سوى تكبيرتي الركوع
"Bahwa Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam biasa bertakbir pada shalat 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adh-ha, pada rakaat pertam tujuh kali takbir dan pada rakaat kedua lima kali takbir, selain dari dua takbir ruku'."[2]
Imam al-Baghawi mengatakan: "Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan Sahabat dan juga orang-orang setelah mereka, di mana mereka bertakbir dalam shalat 'Ied di rakaat pertama tujuh kali takbir selain takbir iftitah (takbiratul ihram). Dan pada rakaat kedua lima kali takbir selain takbir berdiri (menuju rakaat kedua) sebelum membaca bacaan. Hal itu diriwayatkan dari Abu Bakar, 'Umar, 'Ali, dan..." [3]
Ketiga: Tidak ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan bersamaan dengan takbir-takbir di dalam shalat 'Ied[4], hanya saja Ibnul Qayyim mengatakan, dan Ibnu 'Umar -dengan kegigihannya untuk mengikuti Sunnah- mengangkat kedua tangannya pada setiap kali takbir tersebut.[5]
Saya (penulis) katakan: "Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallAllahu 'alaihi wa sallam."
Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya Tamaamul Minnah, hal. 348 mengatakan: "Status riwayat dari 'Umar dan puteranya tidak menjadikannya sebagai Sunnah, apalagi riwayat 'Umar dan puteranya tidak shahih. Adapun yang bersumber dari 'Umar adalah diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang dha'if. Sedangkan yang berasal dari puteranya, 'Abdullah, maka sekarang ini saya belum dapat menentukan (shahih/tidak shahih)."
Syaikh kami di dalam kitab Ahkaamul Janaa-iz, hal.148, mengatakan mengenai suatu masalah yang berdekatan hukumnya dengan ini: "Oleh karena itu, barangsiapa mengira bahwa dia -yakni, Ibnu 'Umar- tidak mengerjakan hal tersebut, kecuali dengan ketetapan dari Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, maka dia boleh mengangkat tangan (di saat takbir tersebut)."
Keempat: Tidak ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, mengenai do'a tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir shalat 'Ied, tetapi telah ditetapkan [6] dari Ibnu Mas'ud radhiyAllahu 'anhu bahwasanya dia berkata mengenai shalat 'Ied: "Di antara dua takbir dipanjatkan pujian kepada Allah 'Azza wa Jalla sekaligus sanjungan atas-Nya."
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: "Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallamberdiam sejenak di antara dua takbir dan tidak dihafal dari beliau do'a tertentu di antara takbir-takbir tersebut."
Saya (penulis) katakan: "Apa yang saya sampaikan dalam masalah pengangkatan kedua tangan yang bersamaan dengan takbir (yaitu tidak ada pengangkatan tangan di antara takbir-takbir tersebut (-ed)), maka hal yang sama saya katakan dalam masalah ini juga."
Kelima: Jika semua takbir telah selesai, baru kemudian Nabi membaca al-Faatihah dan dilanjutkan dengan membaca:{ق والقرءان المجيد} [yakni, Surah Qaaf. - Ibn Shamsud-Deen] pada salah satu dari dua rakaat, dan pada rakaat lainnya membaca: {اقتربت الساعة وانشق القمر}. [yakni, surah Al-Qamar. - Ibn Shamsud-Deen] [7]
Dan mungkin juga membaca pada kedua rakaat dalam shalat tersebut: {سبح اسم ربك الأعلى} [yakni surah al-A'laa - Ibn Shamsud-Deen] dan {هل أتاك حديث الغاشية} [yakni surah al-Ghaasyiah - Ibn Shamsud-Deen]. [8]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: "Diriwayatkan secara shahih dari bacaan pertama (surat Qaaf dan surat al-Qamar) dan bacaan kedua (surat al-A'laa dan al-Ghaasyiah), dan tidak shahih dari beliau selain dari yang telah disebut di atas." [9]
Keenam: Dan tata cara pelaksanaan shalat 'Ied lainnya sama seperti dalam shalat-shalat lainnya, tidak berbeda sama sekali. [10]
Ketujuh: Orang yang tertingal mengerjakan shalat 'Ied berjama'ah, maka dia boleh mengerjakan shalat dua rakaat seorang diri.
Imam al-Bukhari rahimahullah membuat satu bab mengenai hal ini: "Bab: Idzaa Faatahu al-'Iid Yushalli Rak'atain" (Bab: Jika Seorang Tertinggal Shalat 'Ied, Maka Ia Shalat Sendiri Dua Rakaat). [11]
Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab Fat-hul Baari (II/550), mengomentari tema bab tersebut dengan mengatakan: "Di dalam bab ini terdapat dua hukum:
Al-'Allamah Waliyullah ad-Dahlawi mengatakan: "Demikianlah madzhab asy-Syafi'i, bahwasanya jika seseorang tertinggal mengerjakan shalat 'Ied bersama imam, maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua rakaat sehingga dia mendapatkan keutamaan shalat 'Ied, meskipun dia tidak memperoleh keutamaan shalat berjama'ah bersama imam."
Sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafi, tidak ada qadha' [13] bagi shalat 'Ied. Karenanya, jika seseorang tertinggal untuk mengerjakan shalat 'Ied bersama imam, berarti dia telah kehilangan shalat 'Ied sama sekali. [14]
Di dalam kitab al-Muwaththa' [15], Imam Malik mengatakan: "Siapa pun yang mengerjakan shalat 'Iedul Fithri maupun 'Iedul Adh-ha untuk dirinya sendiri, baik laki-laki maupun perempuan, maka saya berpendapat agar dia bertakbir tujuh kali pada rakaat pertama sebelum membaca bacaan, dan lima kali takbir pada rakaat terakhir sebelum membaca bacaan juga. Sedangkan orang yang terlambat mengerjakan shalat 'Ied, maka hendaklah dia mengerjakan shalat yang tertinggal itu sesuai dengan sifat (cara) shalat, seperti shalat-shalat lainnya." [16]
Kedelapan: Takbir (7 takbir pada rakaat pertama dan 5 takbir pada rakaat kedua) adalah Sunnah dan meninggalkannya tidak membatalkan shalat, baik sengaja maupun tidak. Dalam hal itu tidak ada perbedaan pendapat. [17] Dan tidak diragukan lagi, orang yang meninggalkannya (dengan kesengajaan (-ed)) telah menyalahi Sunnah Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam.
[Ditukil dari kitab Meneladani Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam dalam Berhari Raya oleh Syaikh 'Ali Hasan bin 'Ali al-Halabi al-Atsari, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i. Judul asli: Ahkaamul 'Iedain fis Sunnah al-Muthahharah.]
__________________
Nota kaki:
[1] HR. Ahmad (I/37), an-Nasa-i (III/183), ath-Thahawi di dalam kitab Syarh Ma'aani al-Aatsar (I/421), dan al-Baihaqi (III/200), dan sanadnya shahih.
[2] HR. Abu Dawud (1150), Ibnu Majah (1280), Ahmad (VI/70), al-Baihaqi (III/287), dan sanadnya shahih.
Peringatan: Mengenai takbir ini, yang disunnahkan adalah dilakukan sebelum membaca bacaan (al-Faatihah), sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (1152), Ibnu Majah (1278), dan Ahmad (II/180), dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata:
كبر رسول الله صلى الله عليه وسلم في صلاة العيد سبعا في الأولى ثم قرأ ثم كبر فركع ثم سجد ثم قام فكبر خمسا ثم قرأ ثم كبر فركع ثم سجد
"Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam bertakbir di dalam shalat 'Ied tujuh kali pada rakaat pertama, kemudian membaca bacaan, kemudian bertakbir dan ruku',lalu sujud, selanjutnya berdiri dan bertakbir lima kali,dilanjutkan dengan membaca bacaan (al-Faatihah), lalu bertakbir dan ruku', untuk kemudian bersujud." Hadits ini merupakan hadits hasan dengan beberapa syawahid (pendukung) yang dimilikinya. Lihat kitab Irwaa-ul Ghaliil (III/108-122).
[3] Nama orang-orang yang berpendapat demikian itu dinukil seperti itu, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Syarhus Sunnah (IV/309). Dan lihat kitab Majmuu' Fataawa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXIV/220 dan 221).
[4] Lihat secara seksama kitab Irwaa-ul Ghaliil (III/112-114).
[5] Zaadul Ma'aad (I/441).
[6] HR. Al-Baihaqi (III/291), dengan sanad yang jayyid.
[7] HR. Muslim (891), an-Nasa-i (8413), at-Tirmidzi (534), dan Ibnu Majah (1282), dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyAllahu 'anhu.
[8] HR. Muslim (878), at-Tirmidzi (533), an-Nasa-i (III/184), dan Ibnu Majah (1281) dari hadits Nu'man bin Basyir radhiyAllahu 'anhu.
[9] Zaadul Ma'aad (I/443). Lihat Majalah al-Azhar (VII/194). Sebagian ulama telah berbicara tentang hikmah membaca surat-surat ini di dalam shalat 'Ied. Silahkan lihat perkataan mereka itu di dalam kitab Syarh Muslim (VI/182) dan kitab Nailul Authaar (III/297).
[10] Dan untuk mengetahui hal tersebut dengan disertai dalil-dalilnya, silahkan baca apa yang ditulis oleh al-Albani di dalam kitabnya yang cukup baik, Shifat Shalaatin Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, yang telah dicetak berulang kali. Dan rujuk pula risalah saya yang berjudul: at-Tadzkirah fii Shifati Wudhuu-i wa Shalaatin Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, yang disajikan secara ringkas.
[11] Shahih al-Bukhari (I/134 dan 135, cetakan India).
[12] Ibid.
[13] Ketertinggalan mengerjakan shalat 'Ied itu tidak bisa disebut sebagai qadha', kecuali jika telah keluar dari waktu shalat.
[14] Syarh Taraajumi Abwaab al-Bukhari, hal. 80. Dan lihat kitab al-Majmuu' (V/27-29).
[15] (No. 592), dengan riwayat Abu Mush'ab. Nash ini adalah tambahan darinya atas riwayat Yahya yang populer.
[16] Al-Mughni, (II/212).
[17] Al-Mughni, (II/244), karya Ibnu Qudamah.
صلاة السفر ركعتين, وصلاة الأضحى ركعتين, وصلاة الفطر ركعتين, تمام غير قصر, على لسان محمد صلى الله عليه وسلم
"Shalat ketika safat itu dua rakaat, shalat 'Iedul Adh-ha dua rakaat, shalat 'Iedul Fithri dua rakaat secara sempurna tanpa dikurangi, melalui lisan Muhammad shallAllahu 'alaihi wa sallam."[1]
Kedua: Rakaat pertama dimulai -seperti shalat-shalat lainnya- yaitu dengan takbiratul ihram, disusul kemudian dengan tujuh kali takbir. Dan pada rakaat kedua dengan lima kali takbir, selain dari takbir perpindahan (takbir untuk bangkit ke rakaat kedua (-ed)).
Dari 'Aisyah radhiyAllahu 'anha, ia berkata:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يكبر في الفطر والأضحى الألى سبع تكبيرات وفي الثانية خمسا سوى تكبيرتي الركوع
"Bahwa Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam biasa bertakbir pada shalat 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adh-ha, pada rakaat pertam tujuh kali takbir dan pada rakaat kedua lima kali takbir, selain dari dua takbir ruku'."[2]
Imam al-Baghawi mengatakan: "Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan Sahabat dan juga orang-orang setelah mereka, di mana mereka bertakbir dalam shalat 'Ied di rakaat pertama tujuh kali takbir selain takbir iftitah (takbiratul ihram). Dan pada rakaat kedua lima kali takbir selain takbir berdiri (menuju rakaat kedua) sebelum membaca bacaan. Hal itu diriwayatkan dari Abu Bakar, 'Umar, 'Ali, dan..." [3]
Ketiga: Tidak ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan bersamaan dengan takbir-takbir di dalam shalat 'Ied[4], hanya saja Ibnul Qayyim mengatakan, dan Ibnu 'Umar -dengan kegigihannya untuk mengikuti Sunnah- mengangkat kedua tangannya pada setiap kali takbir tersebut.[5]
Saya (penulis) katakan: "Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallAllahu 'alaihi wa sallam."
Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya Tamaamul Minnah, hal. 348 mengatakan: "Status riwayat dari 'Umar dan puteranya tidak menjadikannya sebagai Sunnah, apalagi riwayat 'Umar dan puteranya tidak shahih. Adapun yang bersumber dari 'Umar adalah diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang dha'if. Sedangkan yang berasal dari puteranya, 'Abdullah, maka sekarang ini saya belum dapat menentukan (shahih/tidak shahih)."
Syaikh kami di dalam kitab Ahkaamul Janaa-iz, hal.148, mengatakan mengenai suatu masalah yang berdekatan hukumnya dengan ini: "Oleh karena itu, barangsiapa mengira bahwa dia -yakni, Ibnu 'Umar- tidak mengerjakan hal tersebut, kecuali dengan ketetapan dari Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, maka dia boleh mengangkat tangan (di saat takbir tersebut)."
Keempat: Tidak ada hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, mengenai do'a tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir shalat 'Ied, tetapi telah ditetapkan [6] dari Ibnu Mas'ud radhiyAllahu 'anhu bahwasanya dia berkata mengenai shalat 'Ied: "Di antara dua takbir dipanjatkan pujian kepada Allah 'Azza wa Jalla sekaligus sanjungan atas-Nya."
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: "Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallamberdiam sejenak di antara dua takbir dan tidak dihafal dari beliau do'a tertentu di antara takbir-takbir tersebut."
Saya (penulis) katakan: "Apa yang saya sampaikan dalam masalah pengangkatan kedua tangan yang bersamaan dengan takbir (yaitu tidak ada pengangkatan tangan di antara takbir-takbir tersebut (-ed)), maka hal yang sama saya katakan dalam masalah ini juga."
Kelima: Jika semua takbir telah selesai, baru kemudian Nabi membaca al-Faatihah dan dilanjutkan dengan membaca:{ق والقرءان المجيد} [yakni, Surah Qaaf. - Ibn Shamsud-Deen] pada salah satu dari dua rakaat, dan pada rakaat lainnya membaca: {اقتربت الساعة وانشق القمر}. [yakni, surah Al-Qamar. - Ibn Shamsud-Deen] [7]
Dan mungkin juga membaca pada kedua rakaat dalam shalat tersebut: {سبح اسم ربك الأعلى} [yakni surah al-A'laa - Ibn Shamsud-Deen] dan {هل أتاك حديث الغاشية} [yakni surah al-Ghaasyiah - Ibn Shamsud-Deen]. [8]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: "Diriwayatkan secara shahih dari bacaan pertama (surat Qaaf dan surat al-Qamar) dan bacaan kedua (surat al-A'laa dan al-Ghaasyiah), dan tidak shahih dari beliau selain dari yang telah disebut di atas." [9]
Keenam: Dan tata cara pelaksanaan shalat 'Ied lainnya sama seperti dalam shalat-shalat lainnya, tidak berbeda sama sekali. [10]
Ketujuh: Orang yang tertingal mengerjakan shalat 'Ied berjama'ah, maka dia boleh mengerjakan shalat dua rakaat seorang diri.
Imam al-Bukhari rahimahullah membuat satu bab mengenai hal ini: "Bab: Idzaa Faatahu al-'Iid Yushalli Rak'atain" (Bab: Jika Seorang Tertinggal Shalat 'Ied, Maka Ia Shalat Sendiri Dua Rakaat). [11]
Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab Fat-hul Baari (II/550), mengomentari tema bab tersebut dengan mengatakan: "Di dalam bab ini terdapat dua hukum:
- Disyari'atkan untuk berusaha mendapatkan shalat 'Ied jika tertinggal dengan berjama'a, baik itu karena unsur keterpaksaan maupun karena unsur kesengajaan.
- Shalat yang tertinggal itu diganti dengan shalat dua rakaat.
Al-'Allamah Waliyullah ad-Dahlawi mengatakan: "Demikianlah madzhab asy-Syafi'i, bahwasanya jika seseorang tertinggal mengerjakan shalat 'Ied bersama imam, maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua rakaat sehingga dia mendapatkan keutamaan shalat 'Ied, meskipun dia tidak memperoleh keutamaan shalat berjama'ah bersama imam."
Sedangkan menurut pendapat madzhab Hanafi, tidak ada qadha' [13] bagi shalat 'Ied. Karenanya, jika seseorang tertinggal untuk mengerjakan shalat 'Ied bersama imam, berarti dia telah kehilangan shalat 'Ied sama sekali. [14]
Di dalam kitab al-Muwaththa' [15], Imam Malik mengatakan: "Siapa pun yang mengerjakan shalat 'Iedul Fithri maupun 'Iedul Adh-ha untuk dirinya sendiri, baik laki-laki maupun perempuan, maka saya berpendapat agar dia bertakbir tujuh kali pada rakaat pertama sebelum membaca bacaan, dan lima kali takbir pada rakaat terakhir sebelum membaca bacaan juga. Sedangkan orang yang terlambat mengerjakan shalat 'Ied, maka hendaklah dia mengerjakan shalat yang tertinggal itu sesuai dengan sifat (cara) shalat, seperti shalat-shalat lainnya." [16]
Kedelapan: Takbir (7 takbir pada rakaat pertama dan 5 takbir pada rakaat kedua) adalah Sunnah dan meninggalkannya tidak membatalkan shalat, baik sengaja maupun tidak. Dalam hal itu tidak ada perbedaan pendapat. [17] Dan tidak diragukan lagi, orang yang meninggalkannya (dengan kesengajaan (-ed)) telah menyalahi Sunnah Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam.
[Ditukil dari kitab Meneladani Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam dalam Berhari Raya oleh Syaikh 'Ali Hasan bin 'Ali al-Halabi al-Atsari, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i. Judul asli: Ahkaamul 'Iedain fis Sunnah al-Muthahharah.]
__________________
Nota kaki:
[1] HR. Ahmad (I/37), an-Nasa-i (III/183), ath-Thahawi di dalam kitab Syarh Ma'aani al-Aatsar (I/421), dan al-Baihaqi (III/200), dan sanadnya shahih.
[2] HR. Abu Dawud (1150), Ibnu Majah (1280), Ahmad (VI/70), al-Baihaqi (III/287), dan sanadnya shahih.
Peringatan: Mengenai takbir ini, yang disunnahkan adalah dilakukan sebelum membaca bacaan (al-Faatihah), sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (1152), Ibnu Majah (1278), dan Ahmad (II/180), dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata:
كبر رسول الله صلى الله عليه وسلم في صلاة العيد سبعا في الأولى ثم قرأ ثم كبر فركع ثم سجد ثم قام فكبر خمسا ثم قرأ ثم كبر فركع ثم سجد
"Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam bertakbir di dalam shalat 'Ied tujuh kali pada rakaat pertama, kemudian membaca bacaan, kemudian bertakbir dan ruku',lalu sujud, selanjutnya berdiri dan bertakbir lima kali,dilanjutkan dengan membaca bacaan (al-Faatihah), lalu bertakbir dan ruku', untuk kemudian bersujud." Hadits ini merupakan hadits hasan dengan beberapa syawahid (pendukung) yang dimilikinya. Lihat kitab Irwaa-ul Ghaliil (III/108-122).
[3] Nama orang-orang yang berpendapat demikian itu dinukil seperti itu, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Syarhus Sunnah (IV/309). Dan lihat kitab Majmuu' Fataawa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXIV/220 dan 221).
[4] Lihat secara seksama kitab Irwaa-ul Ghaliil (III/112-114).
[5] Zaadul Ma'aad (I/441).
[6] HR. Al-Baihaqi (III/291), dengan sanad yang jayyid.
[7] HR. Muslim (891), an-Nasa-i (8413), at-Tirmidzi (534), dan Ibnu Majah (1282), dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyAllahu 'anhu.
[8] HR. Muslim (878), at-Tirmidzi (533), an-Nasa-i (III/184), dan Ibnu Majah (1281) dari hadits Nu'man bin Basyir radhiyAllahu 'anhu.
[9] Zaadul Ma'aad (I/443). Lihat Majalah al-Azhar (VII/194). Sebagian ulama telah berbicara tentang hikmah membaca surat-surat ini di dalam shalat 'Ied. Silahkan lihat perkataan mereka itu di dalam kitab Syarh Muslim (VI/182) dan kitab Nailul Authaar (III/297).
[10] Dan untuk mengetahui hal tersebut dengan disertai dalil-dalilnya, silahkan baca apa yang ditulis oleh al-Albani di dalam kitabnya yang cukup baik, Shifat Shalaatin Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, yang telah dicetak berulang kali. Dan rujuk pula risalah saya yang berjudul: at-Tadzkirah fii Shifati Wudhuu-i wa Shalaatin Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, yang disajikan secara ringkas.
[11] Shahih al-Bukhari (I/134 dan 135, cetakan India).
[12] Ibid.
[13] Ketertinggalan mengerjakan shalat 'Ied itu tidak bisa disebut sebagai qadha', kecuali jika telah keluar dari waktu shalat.
[14] Syarh Taraajumi Abwaab al-Bukhari, hal. 80. Dan lihat kitab al-Majmuu' (V/27-29).
[15] (No. 592), dengan riwayat Abu Mush'ab. Nash ini adalah tambahan darinya atas riwayat Yahya yang populer.
[16] Al-Mughni, (II/212).
[17] Al-Mughni, (II/244), karya Ibnu Qudamah.
No comments:
Post a Comment