Thursday, October 04, 2007

Tazkirah Menjelang 'Ied #1: Takbir Pada Hari Raya 'Ied


Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kalian bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 185)

Telah tetap suatu riwayat bahwa Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam biasa berangkat menunaikan shalat pada hari raya 'Ied, lalu beliau bertakbir hingga sampai di tempat pelaksanaan shalat, bahkan sampai shalat akan dilaksanakan. Dan jika shalat dilaksanakan, beliau menghentikan bacaan takbir. [1]

Seorang ahli hadits, al-Albani mengemukakan: "Di dalam hadits tersebut terkandung dalil yang menunjukkan disyari'atkannya apa yag dikerjakan oleh kaum muslimin berupa takbir dengan suara lantang dalam perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan shalat (tanah lapang), meskipun banyak dari mereka mulai meremehkan Sunnah ini."

Dan pada kesempatan yang baik ini, perlu juga diingatkan bahwa bertakbir dengan suara keras tidaklah disyari'atkan secara bersama-sama dengan suatu suara (koor), sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Demikian juga setiap dzikir yang disyariatkan untuk membacanya dengan suara keras maupun tidak, maka tidak disyari'atkan pula untuk dilakukan dengan bersama-sama seperti yang telah disebutkan tadi. Hendaklah kita berhati-hati untuk tidak melakukan hal tersebut. [2] Dan hendaklah kita senantiasa mengarahkan pandangan kita kepada keyakinan bahwa sebaik-baik petunuk adalah petunjuk Muhammad shallAllahu 'alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang waktu pelaksanaan takbir pada shaat 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adh-ha, maka dia pun memberikan jawaban: "Segala puji hanya bagi Allah, pendapat yang benar mengenai pelaksanaan takbir ini dan yang menjadi pendapat Jumhur (mayoritas) ulama salaf dan fuqaha (para ahli fiqih) dari kalangan Sahabat dan Tabi'in adalah bertakbir dari waktu fajar pada hari 'Arafah sampai akhir hari Tasyriq, setiap kali selesai shalat. Dan disyari'atan bagi setiap orang untuk membaca takbir dengan suara lantang pada saat berangkat menuju tempat shalat 'Ied. Yang demikian itu dengan kesepakatan empat imam madzhab." [3]

Penulis katakan: "Pendapat Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang menyebutkan: 'Setiap kali selesai shalat,' -secara khusus- adalah tidak berdalil sama sekali, dan yang benar adalah setiap waktu, tanpa adanya pengkhususan."

Dan hal tersebut diperkuatkan lagi oleh apa yang dikemukakan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitab al-'Iidain dari kitab Shahihnya (II/461), bab Bertakbir Pada Seluruh Hari di Mina (hari-hari Tasyriiq) dan Apabila Menuju 'Arafah.

'Umar radhiyAllahu 'anhu biasa bertakbir di kemahnya di Mina sehingga terdengar oleh orang-orang yang hadir di masjid lalu mereka pun bertakbir. Juga orang-orang yang sedang berada di pasar ikut bertakbir sehingga Mina bergemuruh oleh bacaan takbir.

Dan Ibnu 'Umar juga bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut, setelah selesai shalat, di atas tempat tidur, lantai, tempat duduk, dan dalam perjalanannya selama hari-hari itu.

Maimunah juga bertakbir pada hari raya kurban. Dan kaum wanita pun ikut bertakbir di belakang Abban bin 'Utsman dan 'Umar bin 'Abdil 'Aziz selama malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid.

Dan Ibnu 'Umar jika berangkat ke tanah lapang pada hari raya 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adh-ha membaca takbir dengan suara lantang sehingga sampai di tempat pelaksanaan shalat, dan kemudia bertakbir sampai imam datang. [4]

Sebatas pengetahuan saya (penulis), tidak ada satu hadits Nabi pun yang shahih dalam menjelaskan sifat takbir. Akan tetapi ada riwayat dari sebagian Sahabat Nabi shallAllahu 'alaihi wa sallam, seperti Ibnu Mas'ud radhiyAllahu 'anhu pernah mengucapkan:

الله أكبر الله أكبر, لا إله إلا الله, والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد

"Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah semata, Dan Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan segala puji hanya bagi Allah." [5]

Ibnu 'Abbas juga pernah mengucapkan:

الله أكبر الله أكبر, الله أكبر ولله الحمد, الله أكبر وأجل, الله أكبر على ما هدانا

"Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji hanya bagi Allah. Allah Mahabesar lagi Mahaagung. Dan Allah Mahabesar atas petunjuk yang diberikan kepada kita." [6]

Dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq [7]yang di antara jalannya terdapat pada al-Baihaqi di dalam kitab as-Sunan al-Kubra (III/316), dengan sanad shahih dari Salman al-Khair radhiyAllahu 'anhu, dia mengatakan:

كبروا الله: الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر كبيرا

"Agungkanlah Allah dengan menyebut: Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar sebesar-besarnya."

Cukup banyak orang awam yang menyalahi dzikir yang bersumber dari kaum Salaf, dengan membaca dzikir-dzikir lain, melakukan penambahan, serta membuat lafazh-lafazh baru yan tidak memiliki dasar sama sekali. Sehingga al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan di dalam kitabnya, Fat-hul Baari (II/536): "Dan pada zaman sekarang ini telah terjadi penambahan [8] dalam hal takbir tersebut yang tidak memiliki dasar sama sekali."

[Ditukil dari kitab Meneladani Rasulullah shallAllahu 'alaihi wa sallam dalam Berhari Raya oleh Syaikh 'Ali Hasan bin 'Ali al-Halabi al-Atsari, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i. Judul asli: Ahkaamul 'Iedain fis Sunnah al-Muthahharah.]

[Komentar dari Ibn Shamsud-Deen: "Penambahan dalam hal takbir disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai berlaku pada masanya, lalu bagaimana pula dengan masa sekarang ini? Maka cukuplah bagi kita apa yang shahih dari Nabi shallAllahu 'alayhi wa sallam dan dari para sahabat beliau. Wallahu a'lam wa al-Musta'an."]
_____________
Nota kaki:
[1] HR. Ibnu Abi Syaiba di dalam kitab al-Mushannaf, dan al-Mahamili didalam kitab Shalaatul 'Iidain, dengan sanad yang shahih, tetapi berstatus mursal. Akan tetapi ia memiliki beberapa syahid (penguat) yang memperkuatkannya. Lihat di dalam kitab Silsila al-Ahaadiits ash-Shahiihah (170). Dan permulaan takbir pada hari raya 'Ied adalah waktu berangkat ke tempat pelaksanaan shalat (tanah lapang).

[2] Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/131). Syaikh al-'Allama Hamud at-Tuwaijiri rahimahullah memiliki satu risalah khusus mengenai penolakan takbir yang dibaca secara bersama-sama, dan telah dicetak.

[3] Majmuu' al-Fataawaa (XXXIV/220). Lihat juga kitab Subulus Salaam (II/71-72).

[4] HR. Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya, dengan sanad shahih. Lihat juga kitab Irwaa-ul Ghaliil (650).

[5] HR. Ibnu Abi Syaibah (II/168) dengan sanad shahih.

[6] HR. Al-Baihaqi (III/315) dan sanad shahih.

[7] Dan saya (penulis) tidak mendapatkannya di dalam Mushannaf-nya.

[8] Bahkan tambahan yang sangat banyak sekali.

No comments: