Tuesday, March 20, 2007

Gerakan Wahhabi: Hakikat Gerakan Reformasi Dan Negara Arab Saudi Yang Pertama (Bhgn 3)


Doktor Abdurrahim Abdurrahman Abdurrahim mengatakan,

"Ada sebagian penulis yang memberikan nama madzhab bagi dakwah salafiah, dan ada pula yang memberinya nama Wahhabiyah. Padahal, sebenarnya penggunaan kedua nama atau predikat tersebut bagi dakwah beliau tidaklah penting. Yang jelas bahwa dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sebuah madzhab baru dalam Islam. Bahkan, beliau sendiri begitu antusias meyakinkan kepada umat bahwa sesungguhnya ia tidak mengajak mereka untuk memeluk kepada madzhab baru dalam Islam."

Dalam beberapa risalahnya ia mengatakan,

"Sesungguhnya aku tidak pernah membawakan kebodohan. Segala puji bagi Allah Yang Mahakuat lagi Maha Dermawan. Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar; agama Ibrahim yang hanif, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Segala puji bagi Allah! Aku tidak pernah mengajak kepada sebuah madezhab sufi atau lainnya. Tetapi, aku hanya mengajak kepada Allah semata yang tidak memiliki sekutu sama sekali. Aku mengajak kepada sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang beliau pesankan kepada seluruh umatnya." [7]

Predikat Dakwah Wahhabiyah adalah pemberian orang-orang yang memusuhi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka ingin menunjukkan kepada manusia bahwa prinsip-prinsip yang diserukannya adalah bid'ah baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Bahkan, orang-orang Turki yang memusuhi dakwah ini berikut para pendukung mereka bersikap berlebihan dalam masalah ini. Mereka menyebut para pengikut dakwah beliau sebagai golongan Rafizhah dan Khawarij. Bahkan, dokumen-dokumen resmi yang jatuh ke tangan Muhammad bin Ali dan Al-Bab Al-'Ali menyebutkan bahwa Amir Saudilah yang telah berusaha menyebarluaskan prinsip-prinsip dakwah salafi dengan nama Al-Khariji. [8]

Muhammad Jalal Kisyik mengatakan,

"Dakwah tauhid yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dapat diterima oleh para ulama di berbagai negara Islam. Atau minimal tidak ada seorang pun di antara mereka yang sanggup menolaknya., bahkan sebaliknya. Orang-orang yang tidak simpati mempersoalkan pernyataan Muhammad bin Abdul Wahhab yang menyatakan, 'Tidak ada yang baru sama sekali dalam dakwah ini'. Mereka cenderung memperdebatkan bentuknya, dengan mengadakan kebohongan-kebohongan. Sementara banyak ulama dan cendekiawan termasuk orang-orang orientalis yang menyatakan bahwa dakwah tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang benar."

Demikian pula menurut pendapat Ibnu Biysr. Ia setuju terhadap pikiran-pikiran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab seandainya ia tidak terpengaruh oleh isu yang tersebar bahwa orang-orang Wahhabi hanya menginginkan segi lahiriahnya saja, bukan batinnya.

Muhammad bin Abdul Wahhab dan para ulama penerusnya menaruh perhatian besar terhadap masalah tersebut. Ia memang menyatakan bahwa tidak ada yang baru sama sekali pada dakwahnya, ia tidak pernah membawa madzhab kelima. Itu memang benar, kendatipun upaya untuk menghilangkan tuduhan sebagai madzhab kelima jelas tidak mudah. Sebab, pada hakikatnya kedudukan madzhab-madzhab yang ada bukanlah sebagai agama. Akan tetapi, sebagai ijtihad yang tokoh-tokohnya juga manusia biasa.

Upaya menghilangkan tuduhan sebagai madzhab baru tersebut terus-menerus dilakukan oleh para pengikut setia Muhammad bin Abdul Wahhab dalam berbagai kesempatan, baik di masjid maupun di pemerintahan. Mereka takut kalimat Wahhabiyah itu terus melekat pada gerakan mereka. Karena itu, mereka selalu meyakinkan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab hanyalah seorang murid atau seorang ulama ahli fiqih pengikut madzhab Hanbali yang telah mendapatkan pengakuan umat. Jadi, kenapa prestasi beliau harus terus-menerus dipersoalkan?

Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah mengajak kepada madzhab seorang sufi, atau seorang ahli fiqih, atau seorang teolog, atau seorang imam besar. Tetapi, berkali-kali ia menyatakan,

"Aku mengajak kepada sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang beliau pesankan kepada seluruh umatnya. Aku ingin selalu menjunjung tinggi kebenaran. Bahkan, aku bersaksi kepada Allah, para malaikat-Nya, dan seluruh makhluk jika aku mendapatkan kalimat kebenaran dari kalian, tentu akan aku terima dengan sepenuh hati. Bahkan, siapa pun yang berani menentangnya akan kuhadapi mati-matian."

Demikianlah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah membuka pintu ijtihad bagi orang-orang yang menentangnya. Ia menulis surat kepada Gubernur Ghalib yang isinya menyatakan, "Jika suatu masalah sudah disepakati oleh para ulama, tidak perlu dibicarakan lagi. Tetapi, menyangkut masalah yang bisa diijtihadi, tidak ada larangan sama sekali untuk melakukan ijtihad."

Sesungguhnya Muhammad bin Abdul Wahhab cenderung sangat terbuka terhadap guru-gurunya di Makkah. Bahka, ia sangat dekat dengan semangat Islam dalam dialog yang terkenal antara para ulama Wahhabiyah dan para ulama Makkah. Ia pernah mengatakan,

"Aku hanya menerima apa yang dikatakan oleh Imam Abu Hanifah karena ia adalah panutanku. Aku tidak bisa menerima kamu mengatakan kepadaku, 'Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda', atau 'Allah berfirman'. Sebab, Abu Hanifah itu lebih tahu ucapan beliau daripada aku dan kamu."

Dengan demikian kita dianggap menzhalimi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berikut dakwahnya dan menzhalimi orang-orang salaf kalau kita membicarakan tentang mereka berdasarkan pemahaman yang ramai dibicarakan di tengah-tengah masyarakat.

Pemerintah Arab Saudi atau revolusi Wahhabiyah menentang keterbelakangan pemerintahan Usmani. Ia berusaha untuk menyelamatkan diri dari kapa pemerintahan Usmai yang karam. Yang tersisa di kapal tersebut hanya sebuah kapak yag menghalangi setiap orang yang ingin berusaha menambal kebocoran kapal.

Tidak ada seorang pun di Kairo, Makkah, dan Al-Astanah yang merasakan adanya keruntuhan Bukhara, Samarkand, dan Qauqaz. Padahal, kota-kota tersebut lebih dikenal dalam sejarah peradaban Islam daripada Bulgrad, Salonik, dan Al-Astanah sendiri. Sejak abad pertama Hijriah rakyatnya yang beragama Islam mencapai seratus persen. Akan tetapi, kota-kota tersebut tidak berdaya menghadapi armada-armada kapa perang Eropa yang mendarat di pantai-pantai Arab. Maka, terjadilah tragedi bagi orang-orang mukmin yang harus dijajah oleh orang-orang kafir.

Sebuah pertanyaan tajam yang kemudian muncul pada waktu itu ialah, "Lalu, apa yang harus dilakukan? Bagaimana kita menghadapi aksi provokasi tersebut?" Jawaban pertama yang terlontar di dunia Islam dan pengaruhnya masih tetap bergema sampai sekarang ialah manhaj pemerintah Arab Saudi yang pernah dilontarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dan diteruskan oleh Muhammd bin Sa'ud yaitu: Tidak akan jaya akhir agama ini, kecuali dengan apa yang membuat jaya generasi pertamanya.

Dengan lantang Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan bahwa tidak ada yang salah dalam hukum alam. Orang-orang kafir tidak boleh mengalahkan orang-orang mukmin. Tetapi, celakanya setelah mengalahkan orang-orang kafir mereka kembali menjadi musyrik. Akibatnya, mereka rugi di dunia dan akhirat.

Sesungguhnya fenomena pemujaan terhadap berhala sudah melanda ke segenap penjuru dunia. Bukan hanya sekedar dalam bentuk pengkultusan kepada para syaikh, para wali, orang-orang yang benar pikirannya, bahkan hingga berkeyakinan dengan adanya berkah pada batu, pohon, dan lain sebagainya. Di Mesir terdapat sebuah pohon bernam Ummul Syu'ur yang dimintai berkah oleh orang-orang awa karena mereka meyakini adanya roh pada pohon tersebut. Mereka biasa menggantungkan sepotong pakaiannya atau pakaian orang-orang yang mereka cintai di paku-paku yang berjejer di dekatnya dengan maksud untuk meminta bantuan atau dapat mengalahkan musuh. Orang-orang awam di Mesir juga biasa mengungkapkan keluhan-keluhan yang tengah mereka hadapi dengan cara menulis surat kepada Imam Syafi'i yang sudah meninggal dunia sebelum sepuluh abad yang lalu. Mereka merasa yakin bahwa Imam Syafi'i membaca surat tersebut, lalu menolongnya. Bagi orang-orang awam di Mesir, Imam Syafi'i adalah hakim syari'ah. [9]

[Ditukil dari kitab Hanya Islam Bukan Wahhabi oleh Prof. Dr. Nashir Bin Abdul Karim Al-Aql, halaman 10-14. Judul asli: Islamiyyah Laa Wahhabiyyah. Terbitan Darul Falah, Jakarta, Indonesia.]


______________
Nota kaki:

[7] Dikutip dari risalah atau surat Imam Muhammad bin Abdul Wahhab yang ditujukan kepada Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif. Lihat Ad-Durar As-Sunniyah I/37. Ada yang kurang dalam kutipan Doktor Abdurrahim. Saya menyempurnakannya dari Ad-Durar As-Sunniyah.

[8] Dokumen ini dikirimkan oleh Bab Al-'Ali kepada Muhammad bin Ali., Daftar I, hlm. 4, tanggal 2 Januari 1808 Masehi atau Dzulhijjah (1222 Hijriah) (Doktor Abdurrahim). Lihat Ad-Daulah As-Sa'udiyah Al-Ula, karya Doktor Abdurrahim Abdurrahman Abdurrahim I/40-41.

[9] As-Sa'udiyyun wa Al-Hillu Al Islami karya Muhammad Jalal Kisyik (87-109).

No comments: