Monday, August 28, 2006

Isbal: Kesalahan yang diremehkan pada masa kini



Isbal.....
Oleh Cyber Muslim Salafy
Fiqih 10/19/2001



Isbal karena sombong merupakan dosa

Allah berfirman:

"Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekalian tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan setinggi gunung". (Al-Isra')

"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (Luqman: 18)

Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya orang yang menjulurkan pakaiannya (sampai menutupi mata kaki) karena sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat". (Muttafaq 'alaih, dari Ibnu Umar)

"Siapa yang menjulurkan (memanjangkan) kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan memandangnya (pada hari kiamat)" (Hadits shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud dari hadits Abu Sa'id).

Dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah bersabda:

"Ada tiga (golongan manusia) yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dipuji dan akan mendapat siksaan yang pedih (yaitu): Orang yang memanjangkan (isbal) kainnya, tukang ungkit (apa yang telah diberikan) yakni orang yang setiap kali memberi sesuatu kemudian mengungkit-ungkitnya dan orang yang menawarkan barang dagangannya dengan sumpah palsu". (Hadits shahih, oleh Muslim, Ahmad, Ashabu as-Sunan, dll.)


Isbal bukan karena sombong

Pertama: Ancaman neraka bagi orang yang musbil, sekalipun bukan karena sombong,

1. Hadits dari Ibnu Abbas, riwayat marfu' (sampai kepada Nabi):

"Setiap kain yang melewati dua mata kaki, maka (mata kaki itu) di neraka" (Shahih al-Jami' no. 4532).

2. Dari Abu Hurairah, dari Nabi, beliau berkata:

"Kain yang (menutupi) sampai bawah mata kaki, maka (mata kaki itu) di neraka" (Hadits shahih oleh Bukhari).

3. Dari 'Aisyah, dari Nabi, beliau bersabda:

"Kain yang sampai menutupi bawah mata kaki, maka (mata kaki itu) di neraka (Hadits shahih oleh Ahmad).

Kedua: Perintah mengangkat (meninggikan/ memendekkan) kain:

Dari Amr bin Syarid, ia berkata: Rasulullahmelihat dari kejauhan seseorang yang menjulurkan kainnya (hingga menutupi mata kaki), kemudian beliau bersegera sambil berlari-lari kecil menuju kepadanya, lalu bersabda:

"Angkat (tinggikan)lah kainmu, dan takutlah kepada Allah". (Dikeluarkan oleh Ahmad serta lainnya. Dan hadits ini serta dengan persyaratan Bukhari - Muslim).

Hadits ini memperlihatkan betapa bersemangatnya Rasulullahketika hendak menegur seseorang yang musbil pakaiannya.

Menurut kaidah bahwa, pada asalnya perintah itu menunjukkan wajib, berdasarkan firman Allah :
"Maka hendaknya orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah (kekafiran) atau ditimpa azab yang pedih". (an-Nur: 63).

Ketiga: Larangan isbal secara mutlak.

1. Dari Mughirah bin Syu'bah, ia mengatakan: Rasulullahbersabda:

"Wahai Sufyan bin Sahl, jangan musbil, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang musbil". (Hadits yang dihasankan syaikh al-Albani).

2. Dari Jabir Saliim, sesungguhnya Rasulullahbersabda kepadanya:

"...Hati-hatilah, jangan sekali-kali kamu menjulurkan kain (hingga menutupi mata kaki), karena sesungguhnya menjulurkan kain (hingga menutupi mata kaki) merupakan pangkal kesombongan yang tidak disukai Allah". (Silsilah hadits ash-Ashahihah no. 770).

Menurut kaidah bahwa pada asalnya suatu larangan menunjukkan pengharaman, berdasarkan sabda Rasulullah :

"Apabila aku perintahkan kamu dengan suatu perintah, maka datangi (patuhi)lah perintah itu semaksimal kamu mampu, dan apabila aku larang kamu terhadap sesuatu, maka jauhilah larangan itu".(Hadits Muttafaq 'alaih).

Keempat: Bahwa umat diperintahkan untuk beruswah (mengambil suri teladan Nabi)

Allah berfirman:

"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat". (Al-Ahzab: 21).

Dalam hal ini, Nabi sebagai manusia yang paling bertakwa dan sebagai insan pilihan, pakaiannya adalah setengah betis. (HR. Ahmad dan Tirmidzi sanadnya shahih).

Kelima: Bahwa memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki merupakan pangkal dan jalan bagi terjadinya kesombongan. Padahal salah satu tujuan datangnya syari'at Islam adalah menutup setiap jalan menuju perkara-perkara haram. Segala cara/ sarana yang digunakan menuju perkara haram, kedudukan hukumnya sama dengan perkara haram itu sendiri.

Al-Hafizh Ibnu Hajar -Rahimahullah- dalam Fathul Bari mengatakan: "Sesungguhnya isbal pasti akan berbentuk menjulurkan pakaian (hingga menutup mata kaki), sedangkan menjulurkan pakaian pasti membawa konsekuensi pada kesombongan, sekalipun pelakunya tidak bermaksud sombong. Ini didukung dengan riwayat Ibnu Umar yang marfu' (terangkat sampai) kepada Nabi , bahwa beliau bersabda:

"...Hati-hatilah kamu, jangan sekali-kali kamu memanjangkan kain (hingga menutup mata kaki), sesungguhnya memanjangkan kain merupakan pangkal kesombongan" (Hadits shahih dalam Fathul Bari).


Isbal dalam Shalat

Dalam al-Qaul al-Mubin fi Akhtha' al-Mushallin, dapat disimpulkan bahwa shalatnya orang yang berisbal tetap sah, hanya saja ia berbuat kemaksiatan. Syaikh Bin Baz -Rahimahullah- berfatwa tentang sahnya shalat dibelakang imam yang musbil. Wallahu a'lam.


Bagaimana dengan kaos kaki

Memakai kaos kaki bukan termasuk isbal, sebab isbal ialah memanjangkan pakaian (celana, sarung, gamis) yang dipakai dari atas. Wallahu a'lam.


[Ditukil dari sebuah emel yang diterima. Sumber emel tidak dinyatakan. Mohon maaf ke atas sumber asal artikel ini.]

3 comments:

Anonymous said...

haramnya isbal secara mutlak adalah masalah
khilafiyah, bukan masalah yang qath'i atau kesepakatan
semua ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah
ini. Dan itulah realitasnya.
Pendapat mana pun dari ulama itu, tetap wajib kita
hormati. Sebab menghormati pendapat ulama, meski tidak
sesuai dengan selera kita, adalah bagian dari akhlaq
dan adab seorang muslim yang mengaku bahwa Muhammad
SAW adalah nabinya. Dan Muhammad itu tidak diutus
kecuali untuk menyempurnakan akhlaq.
Pendapat mana pun dari ulama itu, boleh kita ikuti dan
boleh pula kita tinggalkan. Sebab semua itu adalah
ijtihad. Tidak ada satu pun orang yang dijamin mutlak
kebenaran pendapatnya, kecuali alma'shum Rasulullah
SAW. Selama seseorang bukan nabi, maka pendapatnya
bisa diterima dan bisa tidak.
Bila satu ijtihad berbeda dengan ijtihad yang lain,
bukan berarti kita harus panas dan naik darah.
Sebaliknya, kita harus mawas diri, luas wawasan dan
semakin merasa diri bodoh. Kita tidak perlu menjadi
sok pintar dan merasa diri paling benar dan semua
orang harus salah. Sikap demikian bukan ciri
thalabatul ilmi yang sukses, sebaliknya sikap para
juhala' (orang bodoh) yang ilmunya terbatas.
Semoga Allah SWT selalu menambah dan meluaskan ilmu
kita serta menjadikan kita orang yang bertafaqquh

Ibn Shamsud-Deen as-Sanghafooree said...

Tujuan artikel ini hanyalah pengongsian, bukan untuk mempertikaikan sifat khilafiyah masalah ini.

Artikel ini hanya membentangkan isu isbal dari sudut pandangan ulama yang mengharamkannya, bukan untuk menyalahkan ulama yang memakruhkannya.

'Ala kulli hal, makruh atau haram, hakikatnya masalah ini mmg diremehkan pada masa kini.

Kalau dipandang makruh sekalipun, ianya tetap harus dielakkan, persis riwayat yang mengatakan orang yang bertaqwa ialah org yg meninggalkan perkara yg makruh kerana khuatir terjatuh ke dlm perkara yg haram.

Wallahu a'lam

Anonymous said...

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Subahanalloh, artikel ini insyAllah sangat bagus menurut pandangan ana, dengan mengumpulkan dalil yang kuat, semoga kita senantiasa diberikan kemudahan untuk “TASLIM” terhadap hadits-hadits nabi shollallohu ‘alaihi wassalam, bukan hal itu hanya diinginkan oleh orang yang hanya mengharapkan yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat?? Apalagi perkara ini bukan hanya sekedar mencontoh, tapi dalam rangka menghindari ancaman dari Allah Ta’ala... Benarlah Rasululloh shollallohu ‘alaihi wassalam, kita telah berada pada jaman, yang ibarat memegang baraapi dalam rangka mengamalkan sunnah... bukankah perkara ini amatlah mudah untuk diamalkan???
Menanggapi komentar dari saudaraku terhadap perkara larangan isbal secara mutlak, ada kesan kurang adil juga penilai saudaraku tersebut terhadap orang yang senantiasa mengingatkan saudara-saudara yang masih isbal, bisa jadi mereka melakukan itu karena kasih sayang mereka terhadap antum-antum yang masih meremehkan masalah isbal, karena memang perkara ini bukanlah perkara yang remeh kalau kita mau merenungkannya sejenak, lihatlah oleh antum yang mudah-mudahan berilmu, bagaimana sikap para sahabat yang mulia, seperti diriwayatkan sikap umar terhadap orang yang musbil, padahal beliau saat itu sedang menghadapi sakaratul maut, masih saja mengingatkan sahabat yang musbil tersebut atau sikap sahabat2 lain...terhadap orang yang musbil.. cara dakwah yang kasar memanglah tidak benar tetapi tidaklah mutlak salah, karena suatu waktu kita memang musti tegas yang kadangkala orang memandang sikap itu sebagai sikap yang kasar, apalagi langsung mengklaim juhala’, ya... memang semua perkara ini terserah kita, tetapi sebaik-baik sikap orang yang berakal adalah yang senantiasa bersemangat mengamalkan sunnah. Dan berhati-hati didalam mengambil sikap terhadap khilafiyah para ulama... betul apa yang disampaikan penulis :
“Kalau dipandang makruh sekalipun, ianya tetap harus dielakkan, persis riwayat yang mengatakan orang yang bertaqwa ialah org yg meninggalkan perkara yg makruh kerana khuatir terjatuh ke dlm perkara yg haram”
Ya Allah... Berikanlah kami senantiasa hidayah untuk mengikuti perintahmu dan perintah nabi shollallohu ‘alaihi wassalam dan menjauhi setiap apa yang engkau larang.

Wallahua’lam